PENGARUH SEWA TANAH DAN PENGARUH TANAM PAKSA
B. Kondisi Masyarakat Indonesia pada Masa Penjajahan
Apa saja yang dialami bangsa
Indonesia pada masa penjajahan? Perkembangan kolonialisme dan imperialisme
Barat di Indonesia menyebabkan perubahan masyarakat Indonesia dalam berbagai
bidang. Pemerintah kolonial menerapkan kebijakan yang merugikan bangsa
Indonesia. Akibatnya, bangsa Indonesia melakukan perlawanan untuk mengusir
penjajah. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan pemerintah kolonial terhadap
bangsa Indonesia, mari telusuri kajian di bawah ini!
3. Pengaruh Sistem Sewa Tanah
Perhatikan gambar Kebun Raya
Bogor di atas. Kebun Raya Bogor merupakan salah satu pusat pengetahuan yang
menyimpan berbagai jenis tanaman. Tahukah
kalian bahwa kebun raya tersebut sudah dibangun sejak awal abad XIX?
Kebun Raya Bogor merupakan salah satu bukti pengaruh kekuasaan Inggris di
Indonesia. Bagaimana Inggris dapat menguasai Indonesia?
Pada masa tersebut meletus perang
di Eropa antara Prancis dan Belanda. Willem V dari negeri Belanda berhasil
lolos dari serangan Prancis dan melarikan diri ke Inggris. Willem V kemudian
mengeluarkan maklumat yang memerintahkan para pejabat jajahan Belanda menyerahkan
wilayahnya kepada Inggris. Maklumat ini dimaksudkan agar jajahan Belanda tidak
jatuh ke tangan Prancis.
Saat Inggris menguasai Indonesia,
Gubernur Jenderal Lord Minto membagi daerah jajahan Hindia Belanda menjadi
empat gubernement, yakni Malaka, Sumatra, Jawa, dan Maluku. Lord Minto
selanjutnya menyerahkan tanggung jawab kekuasaan atas seluruh wilayah itu
kepada Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles.
Salah satu kebijakan terkenal
pada masa Raffles adalah sistem sewa tanah atau landrent-system atau landelijk
stelsel. Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain sebagai berikut.
a. Petani harus menyewa tanah meskipun dia adalah pemilik
tanah tersebut.
b Harga
sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah.
c. Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai.
d. Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala.
Wawasan
Teori Domein.
Dalam melaksanakan sistem sewa
tanah, Gubernur Jenderal Raflles menggunakan Teori Domein. Rafles berpendapat
bahwa tanah yang dimiliki petani pada dasarnya adalah tanah para raja. Karena
kekuasaan para raja telah berpindah dari pemerintah Inggris, maka sebagai
akibat hukumnya hak-hak pemilikan atas tanah tersebut dengan sendirinya beralih
pula kepada raja Inggris. Oleh karena itu, tanah-tanah yang dikuasai dan digunakan
oleh rakyat itu bukan miliknya, melainkan milik raja Inggris, sehingga mereka
wajib memberikan sesuatu kepada raja Inggris sebagaimana sebelumnya diberikan
kepada raja-raja mereka sendiri. Hal yang menjadi kewajiban untuk diberikan
tersebut dikenal dengan istilah landrente Raffles.
Pelaksanaan sistem sewa tanah
tersebut dianggap memiliki banyak kelemahan sehingga gagal diterapkan di
Indonesia. Beberapa penyebab kegagalan pelaksanaan sistem sewa tanah adalah
sebagai berikut.
a. Sulit menentukan besar kecil pajak bagi pemilik tanah karena
tidak semua rakyat memiliki tanah yang sama.
b. Sulit menentukan luas dan tingkat kesuburan tanah petani.
c. Keterbatasan jumlah pegawai.
d. Masyarakat desa belum mengenal sistem uang.
Sistem sewa tanah diberlakukan
terhadap daerah-daerah di Pulau Jawa, kecuali daerah-daerah Batavia dan
Parahyangan. Daerah-daerah Batavia umumnya telah menjadi milik swasta dan
daerah-daerah Parahyangan merupakan daerah wajib tanaman kopi yang memberikan
keuntungan besar kepada pemerintah.
4. Pengaruh Sistem Tanam Paksa
Perhatikan gambar tanaman ekspor
dari Indonesia di atas. Pada masa penjajahan abad XIX, tanaman tersebut
merupakan komoditas utama ekspor Indonesia. Karena itu, Belanda berusaha
menaikkan ekspor tanaman perkebunan tersebut. Apalagi ketika awal abad XX
Belanda menghadapi perang di Eropa, yang menyebabkan kerugian keuangan yang
besar. Selain itu Belanda menghadapi berbagai perlawanan rakyat Indonesia di
berbagai daerah. Salah satu cara Belanda untuk menutup kerugian adalah dengan
meningkatkan ekspor. Peningkatan ekspor merupakan pilihan Belanda untuk
mempercepat penambahan pundi-pundi keuangan negara.
Pada tahun 1830,Johannes van den
Bosch menerapkan sistem tanam paksa (cultuur stelsel). Kebijakan ini
diberlakukan karena Belanda menghadapi kesulitan keuangan akibat perang Jawa
atau Perang Diponegoro (1825-1830) dan Perang Belgia (1830- 1831).
Wawasan
Tahukah kalian
ketentuan-ketentuan kebijakan tanam paksa?
Simaklah ketentuan-ketentuan
sistem tersebut berikut ini:
1. Penduduk wajib menyerahkan seperlima tanahnya untuk
ditanami tanaman wajib dan berkualitas ekspor.
2. Tanah yang ditanami tanaman wajib bebas dari pajak tanah.
3. Waktu yang digunakan untuk pengerjaan tanaman wajib tidak
melebihi waktu untuk menanam padi.
4. Apabila harga tanaman wajib setelah dijual melebihi
besarnya pajak tanah, kelebihannya dikembalikan kepada penduduk.
5. Kegagalan panen tanaman wajib bukan kesalahan penduduk,
melainkan menjadi tanggung jawab pemerintah Belanda.
6. Penduduk dalam pekerjaannya dipimpin penguasa pribumi,
sedangkan pegawai Eropa menjadi pengawas, pemungut, dan pengangkut.
7. Penduduk yang tidak memiliki tanah harus melakukan kerja
wajib selama seperlima tahun (66 hari) dan mendapatkan upah.
Ketentuan kebijakan tanam paksa
yang diberlakukan pemerintah Hindia Belanda sangat memberatkan masyarakat
Indonesia. Apalagi, pelaksanaannya penuh dengan penyelewengan sehingga semakin
menambah penderitaan rakyat Indonesia. Banyak ketentuan yang dilanggar atau
diselewengkan baik oleh pegawai Belanda maupun pribumi. Praktik-praktik
penekanan dan pemaksaan terhadap rakyat tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Menurut ketentuan, tanah yang digunakan untuk tanaman
wajib hanya 1/5 dari tanah yang dimiliki rakyat. Namun kenyataannya, selalu
lebih bahkan sampai ½ bagian dari tanah yang dimiliki rakyat.
b. Kelebihan hasil panen tanaman wajib tidak pernah
dibayarkan.
c. Waktu untuk kerja wajib melebihi dari 66 hari, dan tanpa
imbalan yang memadai.
d. Tanah yang digunakan untuk tanaman wajib tetap dikenakan
pajak.
Penderitaan rakyat Indonesia
akibat kebijakan Tanam Paksa ini dapat dilihat dari jumlah angka kematian
rakyat Indonesia yang tinggi akibat kelaparan dan penyakit kekurangan gizi.
Pada tahun 1848-1850, karena paceklik, 9/10 penduduk Grobogan, Jawa Tengah mati
kelaparan. Dari jumlah penduduk yang semula 89.000 orang, yang dapat bertahan
hanya 9.000 orang. Penduduk Demak yang semula berjumlah 336.000 orang hanya
tersisa sebanyak 120.000 orang. Data ini belum termasuk data penduduk di daerah
lain, yang menunjukkan betapa mengerikannya masa penjajahan saat itu. Tentu
saja, tingginya kematian tersebut bukan semata-mata disebabkan sistem Tanam
Paksa.
Sistem ini membuat banyak pihak
bersimpati dan mengecam praktik Tanam Paksa. Kecaman tidak hanya datang dari
bangsa Indonesia, tetapi juga orang-orang Belanda. Mereka menuntut agar Tanam
Paksa dihapuskan. Kecaman dari berbagai pihak tersebut membuahkan hasil dengan
dihapusnya sistem Tanam Paksa pada tahun 1870. Orang-orang Belanda yang
menentang adanya Tanam Paksa tersebut di antaranya Baron van Hoevel, E.F.E. Douwes
Dekker (Multatuli), dan L. Vitalis.
Pada tahun 1870, keluar
Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) yang mengatur tentang prinsip-prinsip
politik tanah di negeri jajahan yang menegaskan bahwa pihak swasta dapat
menyewa tanah, baik tanah pemerintah maupun tanah penduduk. Tanah- tanah
pemerintah dapat disewa pengusaha swasta sampai 75 tahun. Tanah penduduk dapat
disewa selama 5 tahun, dan ada juga yang disewa sampai 30 tahun.
Pada tahun yang sama juga (1870)
keluar Undang-undang Gula (Suiker Wet), yang berisi larangan mengangkut tebu
keluar dari Indonesia. Tebu harus diproses di Indonesia. Pabrik gula milik
pemerintah akan dihapus secara bertahap dan diambil alih oleh pihak swasta.
Pihak swasta diberi kesempatan yang luas untuk mendirikan pabrik gula baru.
Melalui UU Gula,
perusahaan-perusahaan swasta Eropa mulai berinvestasi di Hindia-Belanda di
bidang perkebunan. Sejak UU Agraria dan UU Gula dikeluarkan, pihak swasta
semakin banyak memasuki tanah jajahan di Indonesia. Mereka memainkan peranan
penting dalam mengeksploitasi tanah jajahan. Tanah jajahan
di Indonesia berfungsi sebagai tempat untuk mendapatkan bahan mentah
untuk kepentingan industri di Eropa dan tempat penanaman modal asing, tempat
pemasaran barang-barang hasil industri dari Eropa, serta penyedia tenaga kerja
yang murah.
Tidak ada komentar:
Write commentBlog ini digunakan untuk sharing berbagi ilmu
silahkan memberikan kritik dan sarannya secara sopan